
Evakuasi Warga Gaza menjadi sorotan setelah Presiden terpilih Prabowo Subianto menyatakan niatnya untuk mengevakuasi 1.000 warga Palestina dari wilayah konflik tersebut ke Indonesia. Rencana ini disebut sebagai bentuk misi kemanusiaan untuk memberikan perawatan medis sementara, namun menimbulkan kekhawatiran dari berbagai pihak, termasuk pakar hukum internasional dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
“Syaratnya seluruh pihak harus menyepakati. Mereka ke sini hanya sementara untuk pemulihan medis. Setelah itu, jika kondisi Gaza membaik, mereka akan kembali,” kata Prabowo dalam konferensi pers di Lanud Halim Perdanakusuma, Rabu (9/4/2025).
Pakar UGM Ragukan Detail Rencana Evakuasi Warga Gaza
Fajri Matahati Muhammadin, pakar hukum internasional dari Universitas Gadjah Mada (UGM), mempertanyakan kejelasan teknis dalam rencana tersebut. Menurutnya, belum ada penjelasan resmi tentang dari mana warga Gaza akan dievakuasi, bagaimana mekanisme pengaturannya, dan jaminan pemulangan mereka ke Palestina.
“Apakah warga yang dibawa keluar ini dari dalam atau luar Gaza? Dan bagaimana pemulangannya? Detailnya belum jelas,” ungkapnya.
Evakuasi Warga Gaza Bisa Menjadi Celah Diplomatik
Fajri juga menyoroti potensi politis di balik program ini. Ia mengingatkan bahwa beberapa pihak di dunia internasional, termasuk zionis dan pihak-pihak yang mendukungnya, pernah mendorong agenda pemindahan paksa warga Palestina. Menurutnya, rencana seperti ini bisa saja secara tidak langsung mendukung tujuan tersebut.
“Kalau ini bagian dari skema mengosongkan Gaza, maka itu bisa memberi ruang bagi pengambilalihan wilayah oleh zionis,” ujarnya.
Risiko Evakuasi Menjadi Permanen
Kekhawatiran lain muncul jika pemulangan warga Gaza nantinya tersendat atau bahkan tidak dilakukan. Evakuasi yang awalnya bersifat sementara dapat berubah menjadi pemindahan permanen yang tidak diinginkan oleh warga Palestina sendiri.
“Kita tahu ada sejarah pengabaian terhadap hak-hak warga Palestina untuk kembali ke tanah mereka. Kalau evakuasi ini tidak diatur dengan ketat, bisa dimanfaatkan oleh pihak tertentu,” tegasnya.
Alternatif Bantuan Kemanusiaan untuk Palestina
Daripada mengevakuasi warga Gaza, Fajri menyarankan pendekatan yang lebih efisien dan berdampak langsung, yakni mengirimkan bantuan medis secara langsung ke Gaza.
“Jauh lebih baik jika Indonesia mengirimkan 1.000 dokter dan tenaga medis ke Palestina. Mereka bisa membantu lebih banyak korban di tempat tanpa menimbulkan kekhawatiran diplomatik,” katanya.
Evakuasi Warga Gaza dan Risiko Manipulasi Diplomasi
Fajri mengingatkan, tindakan evakuasi warga sipil harus sangat berhati-hati agar tidak menjadi bagian dari legitimasi kejahatan kemanusiaan yang telah terjadi selama puluhan tahun. Pengusiran paksa warga Palestina telah dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang oleh komunitas internasional.
“Zaharnya terlihat baik, tetapi ada risiko langkah ini dimainkan dalam strategi diplomatik yang mendukung agenda penjajahan,” tutupnya.
Leave feedback about this