
Fenomena menarik terjadi di Bali di mana jumlah kunjungan turis meningkat, tetapi tingkat okupansi hotel justru mengalami penurunan. Berdasarkan temuan dari Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, penurunan okupansi hotel ini disebabkan oleh banyaknya akomodasi ilegal yang beroperasi tanpa izin.
Menurut catatan PHRI, rata-rata okupansi hotel di Bali pada awal tahun 2025 turun sekitar 10-20% dari angka normal yang seharusnya berkisar antara 60-70%. Bali saat ini memiliki sekitar 150 ribu kamar hotel yang tersebar di berbagai daerah.
Perry Marcus, Sekretaris PHRI Bali, mengungkapkan bahwa fenomena ini terjadi akibat maraknya akomodasi ilegal yang sering kali berupa rumah-rumah yang diubah menjadi hotel atau vila tanpa izin resmi. Ini menyebabkan industri perhotelan Bali terganggu karena tidak dapat bersaing dengan harga yang ditawarkan oleh akomodasi ilegal tersebut.
Turis di Bali Lebih Memilih Akomodasi Ilegal, Menurunkan Okupansi Hotel
Perry Marcus menegaskan bahwa penurunan okupansi hotel di Bali berkaitan erat dengan munculnya ribuan unit akomodasi ilegal. Akomodasi ilegal ini biasanya dimiliki oleh individu yang tidak terdaftar sebagai pemilik properti resmi, yang membuat mereka tidak membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Kami telah lama mengawasi fenomena ini. Sejak 15 tahun lalu, kami sudah memperingatkan tentang ancaman akomodasi ilegal terhadap industri perhotelan Bali,” ujar Perry dalam konferensi pers yang diadakan di kantor Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Senin (28/4/2025).
Dia juga menambahkan bahwa semakin banyak wisatawan yang memilih akomodasi ilegal karena faktor harga yang lebih terjangkau dan fasilitas yang tidak kalah mewah dibandingkan dengan hotel resmi. Meskipun harga akomodasi ilegal tidak jauh berbeda dengan hotel berbintang, banyak turis yang memilihnya karena menawarkan lebih banyak privasi.
Akomodasi Ilegal di Bali Meresahkan Industri Perhotelan
Fenomena ini juga berdampak pada industri perhotelan yang harus menurunkan harga agar tetap bertahan. Hal ini semakin memperburuk kondisi sektor perhotelan yang sudah tertekan akibat pandemi sebelumnya. “Kami harus mempertahankan harga agar tetap bersaing, namun ini sangat menyulitkan kami,” kata Perry.
PHRI memperkirakan bahwa jumlah akomodasi ilegal yang beroperasi di Bali kini mencapai ribuan unit, baik yang dimiliki oleh Warga Negara Indonesia (WNI) maupun oleh wisatawan asing yang memanfaatkan nama lokal untuk menjalankan bisnisnya.
Tindakan Pemerintah untuk Menangani Akomodasi Ilegal di Bali
Terkait masalah ini, pihak pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bersama PHRI terus berupaya mencari solusi untuk menanggulangi fenomena akomodasi ilegal di Bali. Rizki Handayani Mustafa, Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata, menyatakan bahwa pihaknya akan mengumpulkan data yang akurat sebelum mengambil langkah-langkah lebih lanjut.
“Kami berkomitmen untuk menjaga kualitas destinasi wisata Bali dengan mencegah operasi akomodasi ilegal yang merugikan industri perhotelan resmi,” kata Rizki.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Cok Bagus Pemayun, mengungkapkan bahwa pemerintah Bali telah membentuk tim untuk memantau dan mengawasi akomodasi ilegal. “Kami sedang menyusun prosedur kerja tim ini. Tunggu saja hasilnya,” tambahnya.