
Jakarta –
Pemerintah mengeluarkan modul pidana bersyarat untuk mengerti Pasal 14 a hingga Pasal 14 f Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Modul ini nantinya berfungsi selaku rujukan terhadap instansi terkait.
Modul itu resmi diluncurkan oleh Menko Polhukam Hadi Tjahjanto dalam program Peluncuran Aplikasi Piloting Penerapan Pidana Bersyarat Pasal 14a-f kitab undang-undang hukum pidana selaku Proyeksi Penerapan Pidana Pengawasan dan Kerja Sosial pada kitab undang-undang hukum pidana 2023 Melalui Pendekatan Keadilan Restoratif. Peluncuran itu digelar di Hotel Pullman, Thamrin, Jakarta, Rabu (5/6/2024).
“Ke depan modul ini berfungsi selaku pola dan rujukan buat para pihak yg terlibat dalam mengerti penggunaan Pasal 14 a hingga 14 f kitab undang-undang hukum pidana dalam rangka pelaksanaan piloting sehingga ke depannya sanggup menyediakan proyeksi yang lebih terarah terhadap implementasi kitab undang-undang hukum pidana gres di Januari 2026 mendatang secara efektif dan efisien,” katanya.
Baca juga: Jaga Keamanan Laut, Pansus RUU Kelautan Usul Regulasi Khusus Coast Guard |
Hadi memastikan pemerintah terus berkomitmen sarat untuk membangun rancangan pemidanaan yang bersifat korektif dan rehabilitatif sesuai keadilan restoratif. Hadi mengatakan tim kerjasama penerapan keadilan restoratif terbuat Kemenko Polhukam telah mendapatkan formulasi alternatif, yakni dengan bentuk pelaksanaan pidana non pemenjaraan yang terdapat pada Pasal 14 a hingga 14 f KUHP.
“Secara khusus tim kerjasama penerapan keadilan restoratif yg berisikan elemen kementerian, lembaga, pegawanegeri penegak aturan dan peneliti pada koalisi penduduk sipil terbuat Kemenko Polhukam tahun 2022 sudah menelaah serta mendapatkan formulasi alternatif pemidanaan yakni dengan bentuk pelaksanaan pidana non-pemenjaraan yang terdapat pada Pasal 14 a hingga dengan 14 f KUHP,” ujarnya.
Hadi menyampaikan modul ini mulai disosialisasikan akan tanggal 30 Juni 2024 hingga 30 November 2024. Ini akan ditangani ke MA, Kejaksaan Agung, dan Kemenkumham selama 6 bulan.
Hadi menyampaikan penggunaan pidana bersyarat selaku alternatif pemidanaan memiliki potensi bagi menjadi penyelesaian daya tampung lapas di Indonesia yg sudah mengalami overkapasitas. Dia menyebutkan tata cara peradilan pidana sanggup memproyeksikan pelaksanaan pasal pidana pengawasan dan kerja sosial dengan memperkuat pengertian penggunaan pidana bersyarat lewat proyek piloting.
“Penggunaan pidana bersyarat selaku alternatif pemidanaan memiliki potensi buat menjadi penyelesaian dari pemecahan urusan daya tampung lapas di Indonesia yg telah mengalami overkapasitas,” ujarnya.
“Oleh alasannya yakni itu, tata cara peradilan pidana sanggup memproyeksikan pelaksanaan pasal pidana pengawasan dan kerja sosial dengan memperkuat pengertian penggunaan pidana bersyarat lewat proyek piloting,” imbuhnya.
Lantas apa yg melandasi pengerjaan modul ini?
Dalam peluang yg sama, Deputi Koordinasi Bidang Hukum dan HAM Sugeng Purnomo menyampaikan Pasal 14a-f itu sejatinya sudah ada di kitab undang-undang hukum pidana sekarang. Kendati demikian, kata Sugeng, implementasinya belum terlampau banyak alasannya yakni pertimbangan situasional.
“Sebenarnya Pasal 14a-f itu sudah ada di kitab undang-undang hukum pidana sekarang. Tetapi implementasinya belum terlalu banyak. Karena mungkin pertimbangan situasional dan itu tidak sanggup dianggap tidak tepat. Itu sempurna saja dalam suasana sekarang,” terang Sugeng.
“Tetapi ini kan ada pergeseran terkait bagaimana pemidanaan. Maka kita menjajal serempak dengan kementerian dan forum lain, penduduk sipil, bagi menyusun satu pemikiran di Pasal 14 a-f,” lanjut dia.
Sugeng berharap ini sanggup mendorong pelaksanaan kitab undang-undang hukum pidana gres yg bakal diimplementasikan pada Januari 2026. Dia menyebut kitab undang-undang hukum pidana gres mulai mulai berlaku pada 1 Januari 2024.
“Tetapi bagaimana sanggup melakukan pidana yg yang lain berupa kerja sosial maupun katakanlah pidana pengawasan. Makara ini tolong-membantu aturannya telah ada. Kita coba menghasilkan sebuah pemikiran ini untuk sanggup ditangani serempak persiapan,” kata Sugeng
Sugeng melanjutkan, tujuan penerapan pemikiran ini yakni mudah-mudahan pasal tersebut diimplementasikan hingga mengurai padatnya penghuni lapas atau rutan.
“Semua tindak pidana. Di ketentuan itu tidak disebutkan yg dikontrol yakni di 14 itu, bahwa hakim dihentikan menjatuhkan dihentikan lebih dari satu tahun. Kita sanggup menduga. Kalau misalnya, aku bilang, segala tindak pidana. Karena memang tak didetailkan,” ungkapnya.
“Kemudian ditanya, jikalau pembunuhan bagaimana? Hakim mau memutus berapa? Kalau memutus lebih dari satu tahun, ya bermakna tak boleh. Itu maksimalnya satu tahun. Tetapi di pasal itu memang tak didetailkan macam tindak pidananya,” imbuh dia.
Baca juga: Utut Sebut Anggaran Kemenkopolhukam Bakal Turun, Ungkit Makan Pagi Bergizi |
kuhpkuhp baruhadi tjahjantomenko polhukamHoegeng Awards 2025Baca cerita inspiratif calon polisi teladan di siniSelengkapnya
Leave feedback about this