
Jakarta –
Pemerintah resmi melarang pemasaran rokok ketengan alias eceran per batang. Hal ini sebagaimana yg sudah tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 wacana Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 wacana Kesehatan.
Ketua Perkumpulan Pengusaha Kelontong Seluruh Indonesia (Perpeksi), Junaidi, menyampaikan pada dasarnya para pedagang di warung sepakat untuk tidak memasarkan rokok terhadap anak-anak di bawah umur. Sehingga ia sepakat dengan hukum pemerintah yang memutuskan batas-batas usia pembeli rokok mesti 21 tahun ke atas.
“Saya baiklah buat pembatasannya di bawah usia 21 tahun itu tak boleh diberikan pembelian, utamanya yang remaja, saya sepakat dengan hal itu sebenarnya,” ucapnya dikala dihubungi , Senin (5/8/2024).
Meski begitu ia merasa tak baiklah dengan hukum pelarangan warung atau toko kelontong memasarkan rokok. Sebab sebelum PP ini dikeluarkan, banyak warung sudah berdagang selama beberapa tahun di tempat tersebut tergolong di antaranya memasarkan rokok.
“Tetapi di sesuatu sisi, apabila larangan (jual rokok) itu utamanya di dalam jarak 200 meter dari tempat pendidikan itu saya rasa akan sungguh mengusik ya. Karena biar bagaimanapun telah banyak toko kelontong yang pada pada dasarnya sebelum adanya PP ini dikeluarkan, sudah beberapa tahun berdagang di sana,” kata Junaidi.
Belum lagi menurutnya, warung atau toko kelontong erat sekolah bukanlah sesuatu-satunya tempat buat anak di anak-anak berbelanja rokok. Salah satunya yakni gerai-gerai minimarket sampai pedagang asongan (kaki lima).
Baca juga: Pedagang Tetap Jual Rokok Dekat Sekolah Meski Dilarang, Ini Alasannya! |
Untuk itu menurutnya proses penanganan penghematan jumlah perokok di anak-anak ini tidak cuma ditekankan pada pelarangan pemasaran oleh warung-warung erat sekolah, namun juga dari pihak sekolah sampai keluarga mesti turut serta dilibatkan.
“Di satu segi mendukung PP ini dihentikan memasarkan (rokok) ke yang dibawah 21 tahun, saya sepakati itu. Tapi jangan digeneralisir bahwa dengan kami mengeluarkan PP ini seakan-akan itu bisa menekan jumlah perokok pintar balig cukup akal itu aku rasa keliru besar,” papar Junaidi.
“Pengawasannya kan bukan dari kalian selaku penggiat UMKM, dapat dari sub-sistem lah, dapat dari sekolah sendiri, dapat dari keluarga sendiri kan,” tambahnya.
Walaupun pada balasannya Junaidi juga tak mengelak apabila ada sejumlah warung yg masih memasarkan rokok terhadap anak di bawah umur. Sehingga pihaknya juga hanya mampu menyediakan edukasi terhadap para pemilik warung, khususnya yang tergabung dalam Perpeksi gampang-mudahan ikut-ikutan berdagang rokok buat anak di bawah umur.
“Ya kami kan ada berapa ribu kepala (pemilik warung), ya saya secara eksklusif senantiasa mengedukasi terhadap teman-teman khususnya yang anggota Perpeksi lah ya, bagi anak-anak yang utamanya kelas 10 (1 SMA), kelas 6 (SD) atau 7 (1 SMP), aku ingatkan terus jangan lah (jual rokok ke anak di bawah umur),” terangnya.
Leave feedback about this